Sabtu, 10 Juli 2010

Kritisisme Immanuel Kant

KRITISISME IMMANUEL KANT
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum yang diampu oleh Drs. Usman SS., M.Ag.



Dibuat oleh:
Muhammad Habib Alfauzi
09410127/PAI-4


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
MARET 2010#



BAB I
Pendahuluan
1. Latar belakang
Filsafat sebagai “induk segala ilmu pengetahuan” dalam hal ini adalah ilmu yang mendasari manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan maupun penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya filsafat adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan.
Pada umumnya makalah ini membahas tentang filsafat di barat pada zaman pertengahan atau zaman setelah abad pertengahan yaitu filsafat modern, dan khususnya membahas tentang filsafat Kritisisme Immanuel Kant. Yang mana pemikiran Immanuel Kant yakni penggabungan dua ajaran yang saling bertentangan yakni Rasionalisme Jerman dengan Empirisme Inggris.
Pada masa ini (abad 17) cenderung menganggap sumber pengetahuan salah satunya atau memberi tekanan pada akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman (empiri) saja, sesuai dengan paham yang mereka anut.
Dari hal tersebut di atas, alangkah baiknya bila kita mendalami lebih jauh tentang ajaran Kritisisme Immanuel Kant.
2. Rumusan masalah
• Siapakah Immanuel Kant?
• Apa Kritisisme itu yang diajarkan oleh Kant?



BAB II
Pembahasan
A. Immanuel Kant
Immanuel Kant dilahirkan di Koningsbergen, Jerman. Beliau sebelumnya menekuni bidang filsafat, fisika dan ilmu pasti, kemudian sampailah dia menjadi guru besar dalam bidang ilmu logika dan metafisika, juga di Koningsbergen.
Secara umum hidupnya dapat dibagi menjadi dua tahap yakni, tahap pra-kritis dan tahap kritis dengan kira-kira pada tahun 1770 sebagai garis pembatasnya, yaitu saat dia menerima jabatan sebagai guru besar. Sejak saat itu dia menyodorkan filsafat-filsafatnya kepada dunia dengan penuh kepastian, sedangkan sebelumnya dia masih terpengaruh Rasionalisme Leibniz dan Wolff, kemudian dia terpengaruh Empirisme Hume dan sebagian kecil Rousseau. Menurutnya pengaruh Humelah yang membuatnya menjadi bangun dari dogmatisme yaitu filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada pengertian-pengertian yang telah ada tentang Allah atau Substansi atau monade, tanpa menghiraukan apakah rasio telah memiliki perngertian tentang hakikatnya sendiri, luas dan batas kemampuannya.
Filsafatnya Immanuel Kant disebut dengan Kritisisme. Itulah sebabnya 3 karya besarnya disebut “Kritik”, yaitu: Kritik der reinen Vernunft ( Kritik atas Rasio Murni), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik atas Rasio Praktis), Kritik der Urteilskraft ( Kritik atas Daya Pertimbangan).
Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni, yang tiada kepastiannya. Dia ingin membersihkan keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi, dimaksudkan sebagai penyandaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan menemukan batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
B. Pemikiran Immanuel Kant
Sebelum kita memahami pengertian Kritisisme Immanuel Kant, alangkah baiknya kita mengetahui teori rasionalis Eropa dan teori empiris. Teori rasionalis adalah teori tentang metode memperoleh pengetahuan dengan sumber sepenuhnya dari akal. Bukannya Rasionalisme tidak menganggap pengalaman (a posteriori), melainkan pengalaman dianggap hanya sebagai perangsang bagi rasio. Jadi, kebenaran (pengetahuan) hanya dapat ada dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
Tokoh-tokoh filsafat rasionalis antara lain RENE DESCARTES atau CARTESIUS (1596-1650), BLAISE PASCAL (1623-1662) dan BARUCH SPINOZA (1632-1677).
Rasionalisme dianggap sebagai pengetahuan deduktif, Descartes ialah pencetus pertama paham ini yang dalam ajarannya adalah berusaha memperoleh kebenaran dengan metode deduktif akal yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Jadi, para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide manusia, dan bukan di dalam diri barang sesuatu.
Sebaliknya filsafat Empirisme berpendapat bahwasannya empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi tidak berarti bahwa rasio ditolak sama sekali. Baik pengalaman secara batiniah maupun pengalaman secara lahiriah. Penganut filsafat ini menggunakan perantara panca indra sebagai sumber untuk memperoleh pengetahuan. Sebagai contoh, “bagaimana seseorang dapat mengetahui air itu panas?” jawabannya pasti adalah “karena mereka merasakannya atau menyentuhnya dengan indra perasa” atau “ karena seseorang telah melihatnya dengan munculnya asap di atas air”. Ditinjau dari sudut epistemologi, khususnya dari pandangan empiris pengalaman seringkali dipandang menunjuk pada hasil pengindraan.
Tokoh dalam filsafat empiris antara lain DAVID HUME (1711-1776), THOMAS HOBBES (1588-1679), GEORGE BERKELEY (1685-1753) dan JOHN LOCKE (1632-1704).
Sebenarnya Immanuel Kant “meneruskan” perjuangan Thomas Aquinas yang pernah melakukannya (kritik). Sebelumnya Immanuel Kant sangat berpegang teguh pada filsafat rasionalis secara dia adalah orang Jerman namun dia tersadarkan oleh filsafatnya David Hume (empiris), sejak saat itu dia menganggap bukan hanya rasional yang menjadi sumber pengetahuan melainkan dapat digabungkan dengan empiris (pengalaman) untuk saling melengkapi.
Jadi, Kritisisme adalah penggabungan dua paham yang saling berseberangan yakni rasionalisme Eropa yang teoritis “a priori” dengan empirisme Inggris yang berpijak pada pengalaman “a posteriori”. Immanuel Kant beranggapan bahwa kedua paham tersebut sama baiknya dan dapat digabungkan untuk mencapai kesempurnaan. Gagasan-gagasannya muncul oleh karena bentrokan yang timbul dari pemikiran metafisis Jerman, dan empirisme Inggris. Dari bentrokan ini Kant terpaksa memikirkan unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia yang telah terdapat dalam akal manusia dan unsur-unsur mana yang berasal dari pengalaman.
Menurutnya sebab-akibat tidak dapat dialami, sebagai contoh sebuah pernyataan “kuman typus menyebabkan demam tipus” bagaimana kita dapat mengetahui keadaan yang yang mempunyai hubungan sebab-akibat ini? Pasti jawabannya adalah setelah diselidiki oleh para ahli bahwa orang yang menderita tipus pasti terrdapat kuman tipus; dan bila tidak terdapat kuman itu maka orang itu tidak akan menderita tipus. Karena, seseorang pembawa kuman tipus pasti mengandung kuman tipus, namun mungkin di tidak menderita demam tersebut. Contoh lain adalah; jika kita melihat seekor ular kemudian kita membunuhnya, maka kita tidak akan mengatakan bahwa ular menyebabkan kita membunuh, walaupun yang demikian terjadi berulang kali. Indera hanya dapat memberikan data indera, dan data ialah yang bisa di tangkap oleh indera. Memang benar kita mempunyai pengalaman tetapi sama benarnya juga bahwa untuk mempunyai pengetahuan kita harus menembus pengalaman. Kata Kant, bagaimana hal ini mungkin terjadi? Jika dalam hal memperoleh pengetahuan kita menembus pengalaman, maka jelaslah dari suatu segi pengetahuan hal itu tidak diperoleh melalui pengalaman, melainkan ditambahkan pada pengalaman.
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
1. Yang analitis a priori
2. Yang sintetis a priori
3. Yang analitis a posteriori
4. Yang sintetis a posteriori
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan yan analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah .
Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 – 2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman.
Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b) memberi pengetahuan yang baru. Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft) .
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas, itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C, maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub, karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan contoh lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja, tetapi tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti perkembangan zaman yang terus maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal merevisi teroi Gravitasinya kembali)
Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi. Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi sendiri harus dibuktikan atau dicek dengan 12 kategori "a priori" rasio, baru setelah itu diputuskan sah "a priory" atau 12 kategori azas prinsipal abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara lain:
- Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung kesatuan, kejamakan dan keutuhan.
- Kualitas (Baik dan buruk) realitas, negasi dan pembatasan.
- Relasi (hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
- Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.
Data-data inderawi harus dibuktikan dulu dengan 12 kategori tadi, baru dapat diputuskan, itulah proses Kritisisme Rasionalis Jerman yang di ajarkan Immanuel Kant. Metodelogi Immanuel Kant tersebut dikenal dengan metode Induksi, dari partikular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan Universal.
Menurut Immanuel Kant, Manusia sudah mendapatkan ke 12 kategori tersebut sejak terlahir di dunia ini, Teori itu terinspirasi dari Dunia Ide Plato
Immanuel Kant juga beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan Fenomena saja. Fenomena itu sendiri adalah sesuatu yang tampak yang hanya menunjukkan fisiknya saja. Seperti benda pada dirinya, bukan isinya atau idenya. Seperti ada ungkapan "The Think in itself" Sama halnya dengan Manusia hanya bisa melihat Manusia lain secara penampakannya saja atau fisiknya saja, tetapi tidak bisa melihat ide manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat Fenomena (fisik) tapi tidak bisa melihat Nomena (Dunia ide abstrak--> Plato). Cara berpikir yang demikian itu, yaitu pemikiran dengan memakai tese, antitese dan sintese.
Immanuel Kant menggabungkan dunia Ide Plato "a priori" yang artinya sebelum dibuktikan tapi kita sudah percaya, seperti konsep ketuhanan dengan pengalaman itu sendiri yang bersifat "a posteriori" yaitu setelah dibuktikan baru percaya, kata lainnya adalah kesimpulan dari kesan-kesan baru kemudian membentuk sebuah ide.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam usaha memperoleh ilmu pengetahuan manusia hendaknya tidak bersifat sepihak (Rasionalis atau Empiris) menurut Kant keduanya dapat digabungkan sesuai dengan keperluan.
Kritik yang dilayangkan oleh kant melahirkan suatu arah baru dalam pemikiran filsafat dan sangat mempengaruhi semua aliran-aliran yang mengikuti Kant. Aliran-aliran yang satu sama lain saling bertentangan berpangkal pada ajarannya.



Daftar Pustaka
Harun Hadiwijono, DR, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1980.
Kattsoff Louis, Pengantar Filsafat (Element of Philosophy), terjemahan Soejono Margono cetakan IX, Yogyakarta, 2004.
Salam Burhanuddin Drs., Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
The_inner_light.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar